MAKALAH ILMU KALAM
“JABARIAH”
Di susun oleh:
Rio Setiawan (0961123)
&
M. FAUZI (0961081)
JURUSAN DAKWAH
Prodi D3
Manajemen Imformatika
Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN Curup)
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Permulaan dari perpecahan umat
Islam, boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi. Tetapi perpecahan itu menjadi reda,
karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Demikianlah berjalan masa-masa
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dalam kubu persatuan yang erat dan persaudaraan
yang mesrah. Dalam masa ketiga khalifah itulah dipergunakan kesempatan yang
sebaik-baiknya dan mengembangkan Islam keseluruh alam. Tetapi setelah Islam
meluas kemana-mana, tiba-tiba diakhir khalifah Utsman, terjadi suatu cedera yang
ditimbulkan oleh tindakan Utsman yang kurang disetujui oleh pendapat umum.
Inilah asalnya fitnah yang membuka
kesempatan untuk orang-orang yang lapar kedudukan, menggulingkan pemerintahan
Utsman. Semenjak itulah, berpangkalnya perpecahan umat Islam sehingga menjadi
beberapa partai atau golongan. Pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan
tentang mazhab Qadariyah dan Jabariyah.
BAB I
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
ALIRANJABARIYAH
A.PENGERTIANJABARIYAH
Sebelum
kita memahami dan mengenal lebih dalam mengenai sejarah kemunculan aliran
Jabariyah ini, perlu saya paparkan pengertian dari kata Jabariyah itu sendiri,
baik secara etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah berasal dari
kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan
sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63).
Pengertian
arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan
suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada
unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan
menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu
aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan
oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia
dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain,
manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa
Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang
menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’
dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31)
Dapat
Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang
memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan
atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.
Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan
diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain
yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata
lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan
oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini
manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut
arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk
memilih apa yang diinginkannya sendiri.
B.
ASAL USUL MUNCULNYA SEKTE JABARIYAH
Kata Jabariyah berasal dari kata
jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-Munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Dalam bahasa Inggris, jabariyah disebut fatalisme, yaitu
paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula
oleh qadha dan qadar Tuhan.
Faham al-jabar pertama kali
diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shufwan
dari Khurasan. Dalam perkembangan selanjutnya faham al-jabar juga dikembangkan
oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirrar.
Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya
melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah
Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh
gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka.
Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap
penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution
menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan
untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri.
Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya,
mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada
sikap fatalism. Mengenai asal usul serta akar
kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor. Antara lain:
1. Faktor Politik
1. Faktor Politik
Pendapat Jabariah
diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan
keamanan
sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali
bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka
Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik
yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa
pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah
berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah
semata"
dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campurtangan manusia.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campurtangan manusia.
Paham
Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut
sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama
mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut
sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan
meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari
adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum
Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan.
Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi
pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah
C. JABARIYAH DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah
dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok ekstrim dan moderat. Di antara
totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah sebagai berikut:
Jahm bin Shufwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan
persoalan teologi adalah sebagai berikut:
- Manusia tidak mampu untuk brbuaat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan(nafyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.
- Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
- Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murji’ah.
- Kalam Tuhan adalah makhluq. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitupula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.
Dengan demikian beberapa hal,
pendapat Jahm hampir sama dengan Murji’ah,
Mu’tazilah,
dan As-Ariah. Itulah sebabnya para pengkritik dan sejarawan menyebutnya dengan
Al-Mu’tazili, Al-Murji’i dan Al-Asy’ari.
Ja’d bin dirham
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama
dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby Menjelaskannya sebagai berikut :
- Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
- Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
- Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Yang
termasuk tokoh Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut:
An-Najjar
Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
- Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
- Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
Adh-Ddirar
Pendapatnya tentang perbuatan
manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang
yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan
tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dirrar
mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara
bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya berperan dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat,
Dirrar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah
ijtihad. Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
C.
TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN
1. Ja'd Bin Dirham
1. Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba
dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah
yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Pendapat-pendapatnya :
a. Tidak pernah Allah
berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat An-Nisa
ayat 164.
b. Bahwa Nabi Ibrahim
tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari surat
An-Nisa.
2. Jahm bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan Bani Ummayah. Pendapat-pendapatnya:
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan Bani Ummayah. Pendapat-pendapatnya:
a. Bahwa keharusan
mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan akal sebelum pendengaran.
Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai
soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah
manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana belum terdapat
kesadaran mengenai ketuhanan.
c. Iman itu adalah
pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu iman itu tidak meliputi
tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan
antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah
semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya.
d. Tidak memberi sifat bagi Allah yang
mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada manusia, sebab itu berarti
menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak diberi sifat sebagai
satu zat atau sesuatu yang hidpu atau alim/mengetahui atau mempunyai keinginan,
sebab manusia memiliki sifat-sifat yang demikian itu. Tetapi boleh Allah
disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta, Pelaku, Menghidupkan, Mematikan sebab
sifat-sifat itu hanya tertentu untuk Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh
manusia.
D.
CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH
Diantara ciri-ciri
ajaran Jabariyah adalah :
1. Bahwa
manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik
yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
E.
PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH
Kelompok
jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir
hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari
bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang
ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi.
Mereka
berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan
manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan
manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat
apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan
yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya
dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.
Akidah
yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia
untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa
nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa
semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya
dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada
manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha
karena hal itu tidak mengubah takdir.
Keyakinan
semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan
usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan
berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa
yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna
baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf dan tidak memperhatikan penegakan
hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga
mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang
dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan
dikehendaki oleh Allah.
Para
ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu
dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa
keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia
mempunyai keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk
melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan dengan dalil-dalil baik syariat maupun
akal.
KESIMPULAN
Kata
Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti
memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Pengertian arti kata secara
etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di
dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan Dapat
Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang
memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur
keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan
qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang
melepaskan diri dari seluruh tanggung jawab.
Golongan
Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan
Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin
Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula
mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua
perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campurtangan manusia.
BAB
PENUTUP
PENUTUP
Terkait qada’ dan qadar,
mula-mula muncul permasalahan tentang kebebasan dan keterpaksaan manusia
(al-jabr wa al-ikhtiyar). Pemikiran seputar masalah ini melahirkan dua kutub
pemikiran ekstrim yang berbeda, yaitu Jabariyah dan Qadariyah. Faham Jabariyah
pertama kali dipopulerkan oleh Ja’d bin Dirham di Basrah yang intinya menafikan
adanya perbuatan otonom seorang hamba dengan menyandarkan semuanya kepada
Allah.
Dalam pendapatnya, manusia
digambarkan tidak memiliki sifat kesanggupan yang hakiki sehingga segala
perbuatannya (baik ketaatan atau kemaksiatan) pada dasarnya adalah keterpaksaan
(majburah) karena tidak berasal dari kekuasaan, kehendak maupun usahanya
sendiri. Ide jabariyah ini kemudian terpelihara dalam gerakan pemikiran
muridnya yaitu Jahm bin Shafwan, yang kepadanya dinisbatkan aliran Jahmiyah.
Di samping menerima ide jabariyah,
Jahm juga mengembangkan pemikiran-pemikiran lain seperti mengemukakan pendapat
bahwa surga dan neraka bersifat fana, iman adalah ma’rifah dan kekufuran adalah
jahl, kalam Allah bersifat tidak qadim, Allah bukan sesuatu dan tidak bisa
dilihat pada hari kiamat. Sedangkan faham Qadariyah dengan tokoh utamanya
Ma’bad bin Khalid al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi menyatakan bahwa semua
perbuatan manusia adalah karena kehendaknya sendiri, bebas dari kehendak Allah.
Jadi, perbuatan manusia berada di luar ruang lingkup kekuasaan atau campur
tangan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar