Kamis, 28 November 2013

  Contoh Program Password sederhana menggunakan VB6

Contoh Program Password sederhana menggunakan VB6


Nama : Rio Seiawan
Nim : 0961123
Nama : Christian Andre
Nim: 0961


Contoh Program Password sederhana menggunakan VB6

BuatlahDesain Form Dengan Objek2 BerikutIni :
===============================================
2 Objek Label :
Label Pertama = Name : Label1, Caption : Nama User
Label Kedua = Name : Label2, Caption : Password User
===============================================
2 ObjekTextBox :
TextBoxPertama = Name : Text1, Text : <Kosong>
TextBoxKedua = Name : Text2, Text : <Kosong>, Password Char : *
===============================================
2 ObjekCommandButton :
CommandButtonPertama = Name : cmdLogin, Caption : Login
CommandButtonKedua = Name : cmdSignUp, Caption : Sign Up
===============================================



















SepertiGambar Di atas

Lalu Copy-Paste Code di Bawahini, dengan Cara Klik 2x Form :

Dim NmUser, PassUser As String

Private Sub Form_Load()
On Error Resume Next
Open app.Path& "\dBase.txt" For Input As #1
Line Input #1, NmUser
Line Input #1, PassUser
Close #1

cmdLogin.Enabled = False
End Sub

Private Sub cmdLogin_Click()
On Error Resume Next
Open app.Path& "\dBase.txt" For Input As #1
Line Input #1, NmUser
Line Input #1, PassUser
Close #1

If Text1.Text = NmUser And Text2.Text = PassUser Then
MsgBox "Login Berhasil", vbInformation, "ChochoRezpector"
Else
MsgBox "Login Gagal", vbInformation, "ChochoRezpector"
End If
End Sub

Private Sub cmdSignUp_Click()
On Error Resume Next
Open app.Path& "\dBase.txt" For Output As #1
Print #1, Text1.Text
Print #1, Text2.Text
Close #1

cmdLogin.Enabled = True
cmdSignUp.Enabled = False
End Sub


Setelah itu tekan tombol  F5







                          

Rabu, 27 November 2013

Pengertian ERD Dan DFD

Pengertian ERD Dan DFD


Pengertian ERD
- ERD (Entity Relationship Diagram) adalah gambaran mengenai berelasinya antarentitas.
- Sistem adalah kumpulan elemen yang setiap elemen memiliki fungsi masing-masing dan secara bersama-sama mencapai tujuan dari sistem tersebut.
- ‘Kebersama-sama’-an dari sistem di atas dilambangkan dengan saling berelasinya antara satu entitas dengan entitas lainnya
- Entitas (entity/ entity set), memiliki banyak istilah di dalam ilmu komputer, seperti tabel (table), berkas (data file), penyimpan data (data store), dan sebagainya
Komponen-komponen ERD
1.  Entitas dan Atribut
- Entitas adalah tempat penyimpan data, maka entitas yang digambarkan  dalam ERD ini merupakan data store yang ada di DFD dan akan menjadi file data di komputer
- Entitas adalah suatu objek dan memiliki nama. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika objek ini tidak ada di suatu enterprise (lingkungan tertentu), maka enterprise tersebut tidak dapat berjalan normal.
- Contoh, entitas ‘MAHASISWA’ harus ada di lingkungan perguruan tinggi, begitu juga dengan entitas ‘DOSEN’, ‘MT_KULIAH’, dan sebagainya
- Di dalam entitas ‘MAHASISWA’ berisi elemen-elemen data (biodata mahasiswa) yang terdiri atas NPM, NAMA, KELAS, ALAMAT, dan sebagainya. NPM, NAMA, KELAS, dan ALAMAT disebut dengan atribut (field)
- Gambar memperlihatkan bahwa atribut-atribut NPM, NAMA, ALAMAT, dan TGL_LAHIR harus ada di dalam biodata seorang mahasiswa.
- Atribut-atribut TINGGI_BADAN, dan WARNA_RAMBUT adalah atribut-atribut yang boleh tidak ada di dalam biodata mahasiswa (karena tidak penting).
- Sedangkan atribut NAMA_DOSEN adalah atribut yang tidak boleh ada di entitas mahasiswa
- Pada akhirnya, entitas ini akan menjadi file data (yang bersifat master file) di dalam komputer. Master file adalah file utama (yang harus ada, dan sifatnya jarang berubah)
2. Relasi
- Relasi adalah penghubung antara satu entitas (master file) dengan entitas lain di dalam sebuah sistem komputer. Pada akhirnya, relasi akan menjadi file transaksi (transaction file) di komputer
- Secara kalimat logis, contoh relasi yang terjadi di sebuah perpustakaan adalah : “Anggota meminjam buku,” atau “Anggota mengembalikan buku.” Dalam hal ini, Anggota dan Buku adalah entitas, meminjam dan mengembalikan adalah transaksi (relasi antara anggota dan buku).
Pengertian DFD
Data flow Diagram (DFD) adalah diagram yang menggunakan notasi-notasi untuk menggambarkan arus dari sistem. DFD sering digunakan untuk menggambarkan sustu sistem yang telah ada atau sistem baru yang akan dikembangkan secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan fisik dimana data tersebut mengalir (misalnya lewat telpon, surat, dan sebagainya) atau lingkungan fisik dimana data tersebut akan disimpan (misalnya file kartu, harddisk, tape, diskette, dan lain sebagianya).

Simbol-sombol yang digunakan di DFD mewakili maksud tertentu, yaitu:

1. External entity (kesatuan Luar) atau boundary (batas sistem)
Setiap sistem pasti memiliki batas sistem (boundary) yang memisahkan suatu sistem dengan lingkungan luarnya. Kesatuan luar (external entity) merupakan kesatuan di lingkungan luar sistem yang dapat berupa orang, organisasi atau sistem lainya yang berada di lingkungan luarnya yang memberikan input atau menerima output dari sistem.
2. Data flow (arus data)
Arus data di DFD diberi simbol panah. Arus data ini mengalir diantara proses, simpanan, dan kesatuan luar.
3. Process (proses)
Suatu proses adalah kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh orang, mesin atau komputer dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan arus data yang akan keluar dari proses.
4. Data store (simpanan data)
Simpanan data (data store) merupakan simpanan dari data yang dapat berupa suatu file atau database di komputer, suatu arsip atau catatan manual dan lain sebagainya.

Selasa, 26 November 2013

MAKALAH HUKUM DAN ETIK BERLALU LINTAS

MAKALAH HUKUM DAN ETIK BERLALU LINTAS



HUKUM DAN ETIKA BERLALU LINTAS 

 
ABSTARK : UU No. 14 Tahun 1992 ternyata tidak bisa sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat karena adanya unsur yang tidak logis, dan tidak memenuhi syarat berlakunya secara filosofis, walaupun secara yuridis syarat-syarat tersebut dapat dilengkapi .Dan kesadaran tertib lalu lintas adalah tergantung kepada anggapan pentingya tertib berlalu lintas dengan bertujuan menghindari kemungkinan kecil terjadinya kecelakaan yang sangat berbahaya dan merugikan bagi dirinya dan keluarganya,

 
BAB I 
PENDAHULUAN 
  1. Latar Belakang
      Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang semakin banyak, serta kemajuan teknologi yang semakin canggih membawa implikasi semakin ramainya transportasi di jalanan. Kepadatan lalu lintas di jalan tentu saja memerlukan pengaturan yang tepat agar keselamatan dan kenyamanan berlalu lintas dapat tetap terpelihara Disamping itu juga disiplin masyarakat dalam menaati peraturan lalu lintas harus pula dijaga. Keteguhan penegak hukum dalam hal ini polisi lalu lintas harus senantiasa ditingkatkan agar polisi tidak mudah terjebak oleh berbagai bujuk rayu masyarakat yang selalu saja menggoda polisi untuk tidak mematuhi hukum yang berlaku.

      Paradigma yang muncul kemudian adalah paradigma penyadaran masyarakat bahwa penegakan hukum adalah untuk kepentingan bersama seluruh anggota masyarakat, karena itu tidak dapat dibebankan secara sepihak kepada polisi lalu lintas belaka.

      Patuh hukum memang memerlukan biaya yang mahal. Sebagai contoh dalam hal berkendara di jalan raya. Untuk mematuhi hukum setiap pengendara sepeda motor misalnya harus memiliki SIM, STNK, mengenakan helm yang standart, serta perangkat kendaraan yang laik jalan. Bila satu keluarga dalam satu rumah tangga masyarakat kita terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan 2 orang anak, maka dengan satu kendaraan sepeda motor untuk orang serumah sudah memerlukan biaya tidak sedikit untuk mendapatkan 4 SIM dan 4 helm standart, bila tidak, maka seluruh anggota keluarga akan dapat menikmati bersepeda motor secara bergantian dengan mematuhi hukum. Apalagi sepeda motor dalam masyarakat kita adalah sarana transportasi minimal yang tidak dapat dihindari lagi bila kita ingin melancarkan segala urusan untuk memenuhi hajat hidup di masyarakat. Dalam kondisi masyarakat kita yang telah dilanda krisis ekonomi berkepanjangan, untuk patuh hukum dengan biaya setinggi itu tentu bukan hal yang mudah.

      Di sisi lain untuk melanggar hukum, biayanya akan lebih mahal lagi, yaitu untuk pelanggaran karena tidak dapat menunjukkan SIM kepada petugas sewaktu diperiksa di jalan, kita sudah terancam denda maksimal satu juta rupiah, demikian pula bila bersepeda motor tanpa mengenakan helm, ancaman denda maksimal adalah satu juta rupiah. Ancaman denda ini jauh lebih mahal daripada denda yang dikenakan terhadap berbagai kejahatan yang diancamkan dalam KUHP.

      Tentu saja kondisi penegakan hukum yang demikian itu menimbulkan dilema di masyarakat. Untuk patuh hukum saja biayanya sudah begitu mahal, apalagi untuk melanggar hukum jauh lebih mahal lagi.
      Agaknya kondisi serupa itu juga dipahami oleh pihak penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, hal itu terbukti bahwa polisi tidak lagi segalak dahulu dalam menindak pelanggar lalu lintas dijalan, sehingga walau banyak pengendara sepeda motor atau mobil yang melakukan pelanggaran lalu lintas, polisi kelihatan seakan cuek tidak ambil peduli. Tentu saja keadaan di jalan raya menjadi semakin semrawut tidak karuan. Banyaknya pengendara sepeda motor yang tanpa menyalakan lampu di waktu malam sudah sering membuat orang lain selalu berdebar karena terkejut ataupun takut kalau terjadi tabrakan. Disamping itu kecelakaan di jalan pun menjadi semakin sering terjadi karena keadaan di jalan yang seakan tanpa aturan yang harus dipatuhi. Padahal sudah ada undang-undang lalu lintas yang seharusnya diberlakukan sejak tahun 1993, yaitu UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan.

      Logikanya disiplin berlalu lintas seharusnya tetap ditegakkan walau dalam kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Namun tampaknya kepercayaan masyarakat terhadap polisi pun sudah sangat rendah, akibat trauma masa lalu, dimana polisi pun sangat rendah, akibat trauma masa lalu dimana polisi selalu menghantui para pengendara lalu lintas di setiap sudut jalan raya, sehingga pada waktu itu muncul plesetan dengan istilah "priiit, jigo" yang artinya setiap ada bunyi pluit yang ditiup polisi, pasti akan diikuti dengan pengenaan denda damai yang selalu dapat ditawar menawarkan. Keadaan serupa itu membuat citra polisi menjadi tidak ada harganya di masyarakat, sehingga pelanggaran pun tidak berkurang, sebab masyarakat akhimya hanya takut kepada polisi bukan patuh kepada hukum yang berlaku. Momen ketakutan masyarakat terhadap polisi digunakan untuk lebih mempertakuti masyarakat dengan membuat patung-patung polisi ditempat-tempat yang tidak dapat dihadiri oleh polisi, maka yang terjadi ialah pematungan polisi dimana-mana. Namun setelah reformasi, ketakutan masyarakat terhadap polisi berbalik menjadi ketakutan polisi terhadap masyarakat, akibatnya polisi pun dimana-mana dianggap sebagai patung yang tidak berdaya. Bukan hanya di bidang lalu lintas, bahkan semua kasus penegakan hukum polisi tidak lagi dipercaya orang.

      Dimana-mana terjadi unjuk rasa den perusakan terhadap kantor-kantor polisi, markas-markas polsek den sebagainya. Dalam keadaan serupa itu terjadi keadaan tertib hukum menjadi semakin payah dan menyedihkan. Kejadian yang sangat tragis ialah terjadinya tindakan main hakim sendiri dengan membakar bis-bis yang menabrak orang ataupun mengeroyok dan membakar para pelaku kejahatan seakan masyarakat sudah tidak mengenal hukum lagi. Sopir-sopir bis pun akhimya ketakutan untuk mengoperasikan busnya dan mereka memilih mogok tidak hekerja karena takut dikeroyok dan dibakar massa. Itulah gambaran sepintas tentang parahnya disiplin masyarakat serta aparat penegak hukum di negara kita yang kesemuanya itu mencerminkan betapa parahnya kondisi hukum kita pada saat ini.

      Secara teoritis untuk membentuk disiplin masyarakat haruslah melalui proses pelembagaan (institulization) hal ini disebabkan karena normaa-norma dalam berlalu lintas bukanlah norma yang tumbuh dari nilai-nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari. Suatu norma terlembaga (institutionalized) dalam suatu sistem sosial tertentu, apabila dipenuhi paling sedikit tiga syarat, yakni :
  1. Sebagian terbesar dari warga suatu sistem sosial menerima norma tersebut.
  2. Norma-norma tersebut telah menjiwai bagian terbesar warga-warga sistem sosial tersebut.Nomta tersebut bersanksi.1
      Adaptasi masyarakat terhadap norma-norma tersebut akan memerlukan waktu yang relatif lama, dan ini adalah suatu hal yang normal. Adaptasi itu harus dilakukan melalui proses edukasi dan karenanya memerlukan biaya yang besar. Karena itu norma yang dibuat hendaknya juga harus memiliki nilai filosofis, logika serta sosiologisnya~ disamping tentu saja yuridis. Hal ini untuk menghindari kesia-siaan dalam proses internalisasi di masyarakat. Kegagalan alam adaptasi akan mengakibatkan pemidanaan.
      Tentang hal berlakunya kaedah hukum ada anggapan-anggapan sebagai berikut :
  1. Kaedah hukum yang berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatnya (Hens Kelsen), atau apabila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan (W. Zevenbergen), atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya (JHA Logemann).
  2. Kaedah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaedah tersebut efektif Artinya, kaedah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak dapat diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaedah tadi berlaku karena diterima atau diakui oleh masyarakat (teori pengakuan).
  3. Kaedah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.2
   Namun juga diakui bahwa "betapapun melembaganya suatu norma, akan tetapi kadang-kadang terjadi juga penyimpangan-penyimpangan. Hal itu terbukti dari bereksistensinya sanksi-sanksi"3
Karena itu sangat diperlukan adanya faktor pengendali sosial.
Faktor pengendali sosial haruslah dibedakan dari pengendalian diri, walaupun keduanya berhubungan erat. Pada taraf individual, maka pengendalian sosial mengacu pada usaha umuk mempengaruhi pihak lain, sedangkan pengendalian diri tertuju pada pribadi sesuai dengan ide atau tujuan tertentu yang ditetapkan sebelumnya.4
  1. PERAN ETIKA
Peran faktor pengendali sosial adalah sangat penting sebagai alat pressure bagi masyarakat agar dapat menerima berlakunya kaedah-kaedah tersebut. Pada umumnya faktor pengendali sosial yang dipandang efektif adalah norma-norma agama. Hal itu disebabkan karena norma agama memiliki kekuatan berlaku yang secara otonom, artinya tanpa diperlukan kontrol dari luar. Disamping itu norma, agama juga sangat mudah dan cepat tersosialisasi di masyarakat. Diantara norma-norma itu adalah etika yang sudah dikenal dalam masyarakat luas. Namun kesulitannya adalah untuk mengakomodasikan berbagai kaedah baru terutama yang berhubungan dengan etika berlalu lintas di jalan, tentunya diperlukan kearifan dalam mengangkat nilai-nilai agama sebagai inti norma, dalam berlalu lintas. Padahal ajaran agama pada dasamya selalu mengajarkan disiplin moral sebagai pijakan etika yang tinggi kepada para pemeluknya. Etika paling tidak dapat menjadi pijakan dalam pergaulan masyarakat, khususnya dalam berlalu lintas.
Disamping masalah-masalah tersebut diatas, masih ada persoalan lain, yaitu adanya suatu hipotesa yang menyatakan bahwa semakin besar peranan sara pengendalian sosial lainnya (misalnya agama, adat istiadat, semakin ke peranan hukum dan sebaliknya). Memang hukum tidak dapat dipaksak berlakunya di dalam segala hal; oleh karena itu seyogyanya penerapannya diperhemat, kalau memang masih ada sarana lain yang ampuh. Hendaknya hukum dipergunakan pada tingkat yang terakhir apabila sarana lainnya tidak mampu lagi untuk mengatasi masalah.5

 

BAB II
PROBLEMATIKA
      Berdasar uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam paper ini ialah :"Mampukah UU No. 14 Tahun 1992 mempolakan disiplin masyarakat sebagai pengganti etika dalam berlalu lintas di jalan ?". Problema, ini muncul sehubungan dengan sejak diberlakukannya UU No. 14 Tahun 1992, undang-undang itu telah mendapat reaksi yang cukup besar dari masyarakat. Penyebabnya antara lain karena dalam pembahasan di DPR terhadap UU tersebut seolah-olah dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh media masa. Disamping itu setelah diundangkan, ternyata banyak hal dalam undang-undang tersebut yang dipandang irasional, serta ancaman denda yang terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan masyarakat yang ada pada saat itu.
      Kini efektivitas UU tersebut semakin diragukan karena kenyataannya penegakan hukumpun tidak mampu menegakkannya di lapangan. "Secara sempit dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.6 
BAR III 
PEMBAHASAN
  1. Dari Aspek Logika
   Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah merupakan undang-undang yang dari aspek logika banyak mengandung kejanggalan. Kejanggalan demi kejanggalan itu merupakan hal yang sangat menghambat sosialisasi undang-mdang itu sendiri. Berbeda dengan Undang-Undang Hukum Pidana yang sudah berusia lebih dari 90 tahun itu, undang-undang tentang lalu lintas jalan tidak berasal dari 8 niali -nilai sosial yang hidup di masyarakat yang kemudian menjadi norma sosial yang selanjutnya diangkat menjadi hukum positip dengan diberi bentuk undang-undaag. Tetapi UU No. 14 Tahun 1992 itu berasal dari atas yang di drop dan harus dipatuhi oleh masyarakat.7
   Menurn Hamakerd, hukum bukan keseluruhan peraturan yang menetapkan bagaimana orang seharusnya bertindak satu sama lain, melainkan ia terdiri atas peraturan-peraturan menurut mana pada hakikatnya orang-orang biasanya bertingkah laku dalam masyarakat.8
   Walaupun untuk UU sejenis itu, seperti UU tentang perpajakan, perbankan, dan sebagainya memerlukan waktu yang sangat lama untuk mensosialisasikan, namun berhubung dengan kepesatan kemajuan alat komunikasi dan informasi, maka teori ficrie 9 yang menyatakan bahwa sejak suatu undang-undang diundangkan, maka seluruh masyarakat dianggap mengetahuinya, tidak begitu menjadi masalah. Apalagi yang terkena UU No. 14 Tahun 1992 itu terutama adalah masyarakat perkotaan yang sudah banyak memiliki alat-alat transportasi herupa kendaraan bermotor. Karena itu dalam waktu yang relatif singkat masyarakat langsung meraksi UU tersebut, dikarenakan antara lain :
  1. Banyak pasal karet yang tidak jelas definisinya, seperti kata-kata "mengendalikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya" ? Apa pula yang dimaksud dengan : "memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan" ?
Pasal-pasal karet semacam ini dapat digunakan oleh petugas untuk bertindak sewenang-wenang di jalan dengan mencari-cari kesalahan pengendara. Misalnya sepeda motor yang digunakan untuk mengangkut dagangan ayam ke pasar, apakah sesuai dengan petuntukannya ? Demikian pale sepeda motor yang tidak memiliki tutup pentil, apakah termasuk memenuhi persyaratan teknis den laik jalan ?
  1. Ancaman pidana yang berlebihan, masalahnya : kalau orang lupa membawa surat-surat kendaraan ataupun SIM, diancam denda Rp. 2.000.000; atau kurungan paling lama 2 bulan. Sebagaimana lazimnya di mendapatkan kita kendaraan bermotor minimal yang beroda 2, sudah merupakan kebutuhan mutlak. Dalam satu keluarga pada umumnya terdapat 1 sepeda motor untuk orang serumah bergantian. Jadi untuk patuh hukum sudah diperlukan biaya yang luar biasa mahal untuk tingkat ekonomi masyarakat pada seat ini. Seharusnya biaya untuk mendapatkan SIM harus diturunkan semurah mungkin agar untuk patuh hukum itu tidak memberati masyarakat.
  2. Membuka peluang untuk terjadinya kolusi den nepotisme, sebab di kalangan para penegak hukum pun (dalam hal ini polisi) belum seluruhnya memiliki sepeda motor dengan kelengkapan yang sempurna. Kalau yang ternyata melanggar aturan itu adalah petugas lalu lintas sendiri, bagaimama penindakannya? Demikian pula dengan adanya kewajiban menggunakan helm standar, akhimya terjadi kolusi antara para petugas dengan pengusaha helm untuk bersaing agar memperoleb kualifikasi standar, dan sebagainya. demikian pula dengan kewajiban untuk mengasuransikan awak kendaraan serta kendaraan bermotor yang digunakan sebagai kendaran umum, kolusi antara perusahaan asumnsi dan petugas pun terbuka lebar
  1. Dari aspek Yuridis
      Dari sisi yuridis untuk terjadinya suatu perundang-undangan harus memenuhi 2 azas, yaitu : azas regulatif dan azas konstitutif Azas konstitutif, yaitu azas yang bila itu tidak dipenuhi, maka UU itu tidak sah 10
      Agaknya azas ini memang sudah dipenuhi, yaitu prosedur pembuatan UU tersebut telah melalui hak inisiatif dari Pemerintah kemudian disetujui oleh DPR lalu diundangkan. Tetapi dari sisi azas regulatif, yaitu azas yang bila tidak dipenuhi maka UU itu akan kehilangan rasa keadilan, agaknya UU ini tidak memenuhi persyaratan, sebab azas regulatif haruss dipenuhi dengan memperhatikan perkembangan masyarakat secara historis dan kultural. Secara historis-kultural, disipin berlalu lintas adalah mempakan hal yang baru bagi masyarakat yang tengah mengalami modemisasi, sebab sebelum periode ini, masyarakat kita masih dalam kondisi yang tradisional. Artinya jumlah kendaraan bermmor pada saat itu belum sebanyak sekarang. Demikian pula dengan berbagai perkembangan teknologi di bidang pengaturan lalu lintas jalan serta kelengkapan kendaraan dalam berlalu lintas. Kalau dulu belum dikenal adanya traffic-light, kini traffic-light telah menjamur di mana-mana. Demikian pula kalau dulu belum dikenal adanya berbagai rambu-rambu lalu lintas, kini sudah banyak. Kesemuanya itu tentu memerlukan sosialisasi yang luas dan membutuhkan waktu. Azas regulatif harus mampu mengkomodasikan berbagai perkembangan masyarakat tersebut. Tentang berbagai kelengkapan kendaraan untuk dapat dikatakan sebagai laik jalan, sesuai dengan peruntukan, dan sebagainya harus ada ketentum yang jelas. Hal ini dimaksud agar azas lex-certa11 dapat dipenuhi. Hal itu dikarenakan UU yang memenuhi azas legalitas memberikan sifat perlindungan terhadap rakyat dari kekuasaan pemerintah yang tanpa batas. Von Feurbach mengatakan bahwa berhubungan dengan fungsi instrumental undang-undang pidana dan merupakan pengungkapan ajaran "paksaan psikologis", maka aturan hukum itu dirumuskan.12
      Pemerintah juga harus selalu menggunakan wewenang yang diberikan kepadanya untuk memidana. Di sinipun ada syarat keadilan, yaitu azas persamaan; adalah titik tidak adil dalam keadaan yang sama memidana pelanggar undang-undang yang satu sedangkan yang lain tidak.
  1. Aspek Sosiologis
      Dalam rangka memahami keterkaitan antara hukum dengan masyarakat yang mendukung hukum itu, perlu diperhatikan adanya reaksi masyarakat terhadap hukum itu. yang harus diperhatikan ialah bagaimana hukum yang berlaku di masyarakat itu sesuai dan terjalin dengan baik ke dalam jaringan interaksi sosial; apakah hukum sebagai hukum sebagai sarana pengatur masyarakat sudah bekerja secara efektif atau belum, artinya apakah masyarakat masih mencari sarana lain di luar hukum itu.
      Dan sudut asal-usul hukum, timbulnya hukum sebagai tingkah laku anggota masyarakat didorong oleh motif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Vinogradoff13 hukum itu tumbuh dari praktek yang dijalankan anggota-anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan yang satu dengan yang lain.
Dari pembicaraan-pembicaraan dalam lembaga legislatif tampak bahwa pembuatan Rancangan Undang-Undang umuk mengawasi penggunaan dan distribusi obat bius di Amerika Serikat diliputi oleh kenyataan bahwa para anggota legeslatif tidak mau menandatangani suatu RUU yang berlawanan dengan kepentingan-kepentmgan industri farmasi meskipun dihadapkan pada bukti bahwa industri inilah yang sesungguhnya harus bertanggungjawab atas penyebaran obat-obat bius.14
      Menurut Bohannan, cirri-ciri yang dikemukakan orang dalam definisi-definisi tentang hukum, semuanya dapat dijumpai pada kebiasaan. Hanya bedanya, apabila kebiasaan itu tetap berada dalam keadaannya semula, maka hukum adalah kebiasaan yang diciptakan (kembali) secara khusus oleh badan-badan dalam masyarakat dalam bentuk yang lebih sempti dam jelas. Dengan demikian maka hukum harus parallel dengan nilai-nilai yang bekembang di masyarakat.15
      Untuk memparelelkan IJU No. 14 Th. 1992 dengan nilai-nilal sosial yang tumbuh di masyarakat tentu hal yang mudah.
      Menurut Durkheim agar hukum dapat berlaku efektif di masyarakat harus ada rasa kebersamam di masyarakat tersebut. Perasaan kebersamaan ini tidak hanya menarik para anggota menjadi satu, melainkan sekaligus juga menjadi landasan berdirinya masyarakatnya Dengan demikian, serangan terhadap masyarakatnya akan dihadapi dengan kesadaran bersama pula, berupa penindakan terhadap serangan tersebut, dalam hal ini berupa pemidanaan. 16
      Jadi agaknya memang untuk bisa berlakunya UU No. 14 Th. 1992 secara efektif, masyarakat harus lama-sama merasakan pentingnya pengaturan yang tegas dan keras dalam penegakan disiplin berlalulintas. Sampai saat ini agaknya media massa pun belum banyak menyorot tentang penerapan disiplin dalam berlalu lintas, sehingga polisipun tampaknya belum merasa perlu untuk menindak tegas para pelanggar lalu-lintas sesuai dengan UU No. 14 Th. 1992 tersebut. Perhatian masyarakat beserta media masa masih banyak tertuju pada pemberantasan NKK di tingkat atas, sehingga kasus-kasus pelanggaran lalu lintas dianggap sebagai kasus murahan atau kasusnya orang jalanan saja 
  1. Aspek Filosofis
      Menurut Krabbe hukum tidak memperoleh kekuatan mengikutinya dari kehendak pemerintah, melainkan pemerintah hanya memperoleh kekuasaannya.17 Bila pernyataan Krabbe tersebut dihubungkan dengan pembuatan UU No. 14 Th. 1992, maka sebenarnya kekuatan mengikut UU itu bukan karena pemerintah menghendakinya. Menurut Krabbe Undang-Undang itu mengikat berdasarkan hukum yang menjelma di dalamnya. Hukum itu sendiri datangnya adalah dari perasaan hukum individu. Akan tetapi individu itu sangatlah banyak, sedang pergaulan hidup menghendaki kesatuan kaidah hukum : hukum harus sama untuk seluruh anggoat masyarakat. Ini adalah merupakan concitio sine qua non.
      Karena itu maka keseragaman kaidah hukum lebih penting daripada isi kaidah itu, sehingga kesadaran hukum kita memberikan nilai yang tertinggi kepada kesatuan kaidah tersebut, jika perlu mengorbankan sesuatu isi yang tertentu yang lebih kita sukai. Karena menurut Krabbe untuk mendapatkan kaidah hukum yang mewakili seluruh perasaan hukum masyarakat, kaidah hukum haruslah dipilih dari orang terbanyak untuk dijadikan kaidah persekutuan, yaitu dari suara mayoritas yang mempunyai nilai hukum tertinggi. Krabbe menekankan bahwa suara mayoritas ini adalah mayoritas mutlak (2/3 dari seluruh suata masyarakat)
      Berdasar teori Krabbe, maka UU No. 14 Th. 1992 yang ditetapkan secara tidak jujur (tidak terbuka) bukanlah suatu kaidah persekutuan yang baik. Apalagi bahwa di DPR kita di jaman Orde Baru itu terkenal dengan adanya "uang gedhok", artinya kalau suatu departemen berkehendak untuk meluluskan pembahasan RUU di DPR, maka departemen itu harus mengeluarkan biaya extra untuk menyenangkan para wakil rakyat. Hal ini pernah terungkap dalam kasus Jamsostek yang kemudian dibekukan oleh Presiden Soeharto.
      Pemikiran tentang hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat berasal dari Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal "An Introduction to the philosophy of law" (1954). Disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi "law as tool of social engineering" yang merupakan inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal Realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia melalui Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Bila ini kita hubungkan dengan keadaan UU No. 14 Th. 1992, UU ini memang dimaksudkan untuk menjadi agen pembaharuan terhadap perilaku masyarakat dalam berlalulintas di jalan. UU ini juga dimaksudkan sebagai rekayasa sosial yang akan mengarahkan perilaku masyarakat dalam berlalu lintas agar sesuai dengan kehendak pembuat UU.
Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai "sarana" pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya. Alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisdprudensi memegang peranan Pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme dari konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama dari penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia.18
      Roscoe Pound menyatakan, "Apabila dan di mana hukum tumbuh dengan berpangkal dalam perundang-undangan, maka tersebarlah suaru teori politik tentang hukum sebagai perintah dari penguasa yang berdaulat"19. Agaknya teori ini menemukan keberannya apabila digabung dengan teori Roscoe Pound yang lain tentang hukum sebagai a tool afsocial engineering (alat rekayasa sosial). Jelasnya di bidang pengaturan disiplin berlalu lintas ini memang pemerintah harus menetapkan hukum untuk merekayasa perilaku masyarakat agar berdisiplin. Perilaku masyarakat hendak dipolakan ke dalam suatu peraturan perundang-undangan. Namun usaha ini helum memenuhi persyaratan yang lain, yaitu aspek sosiologis, guna mendapatkan dukungan dari masyarakat luas.














 
BAB IV
PENUTUP 
A. Kesimpulan
      UU No. 14 Tabun 1992 tidak mampu mempolakan disiplin masyarakat dalam berlalu lintas di jalan, sebab banyak mengandung konsep yang tidak jelas (tidak logis), tidak mendapat dukungan masyarakat luas (sosiologis), tidak memenuhi syarat berlakunya secara filosofis, walaupun secara yuridis memenuhi syarat.
B. Saran
      Hendaknya UU No. 14 Tahun 1992 direvisi sejauh yang menyangkut rumusan pasal karet yang tidak jelas agar diperjelas. Selain itu juga persyaratan untuk patuh hukum dipermudah sehingga masyarakat dengan mudah pula mematuhi hukum (misalnya persyaratan untuk mendapatkan SIM, mengurus STNK, dan sebagalnya) 
DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, pengantar ilmu hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1978.
D.Schafrneister,et al, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Ronny Hanitijo Soemitro, Masalah-Masalah Sosiolagi Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1984.
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Bhratara, 1963, Jakarta
____________________ 19
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Tentang Straklur Masyarakat, CV Rajawali, Jakarta, 1983, h. 199.
---------------------, Penelitian Hukum Normatif, CV. Rajawali, Jakarta, 1985
PERHATIAN!! Mohon Untuk Tidak Memposting Ulang isi dari Blog ini ke blog / web lain tampa Se izin dari Admin"BLOG INI DILINDUNGI HAK CIPTA DMCA".

Analisi Perancangan Sistem ( Secara Umum )

Analisi Perancangan Sistem ( Secara Umum )


PERANCANGAN SISTEM SECARA UMUM

1. PERANCANGAN SISTEM

Setelah tahap analisis sistem selesai dilakukan, maka analis sistem telah mendapatkan gambaran dengan jelas apa yang harus dikerjakan. Tiba waktunya sekarang bagi analis sistem untuk memikirkan bagaimana membentuk sistem tersebut. Tahap ini disebut dengan perancangan sistem.
Perancangan sistem dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
1.    Perancangan sistem secara umum / perancangan konseptual, perancangan logikal / perancangan secara makro.
2.    Perancangan sistem terinci / perancangan sistem secara phisik.
2. PENGERTIAN PERANCANGAN SISTEM
Verzello / John Reuter III
Tahap setelah analisis dari siklus pengembangan sistem : Pendefinisian dari kebutuhan-kebutuhan fungsional dan persiapan untuk rancang bangun implementasi : “menggambarkan bagaimana suatu sistem dibentuk “.

John Burch & Gary Grudnitski
Desain sistem dapat didefinisikan sebagai penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi.

George M. Scott
Desain sistem menentukan bagaimana suatu sistem akan menyelesaikan apa yang mesti diselesaikan ; tahap ini menyangkut mengkonfigurasikan dari komponen-komponen perangkat lunak dan perangkat keras dari suatu sistem, sehingga setelah instalasi dari sistem akan benar-benar memuaskan rancang bangun yang telah ditetapkan pada akhir tahap analisis sistem.
Dengan demikian Perancangan Sistem dapat diartikan sbb :
  1. Tahap setelah analisis dari siklus pengembangan sistem
  2. Pendefinisian dari kebutuhan-kebutuhan fungsional
  3. Persiapan untuk rancang bangun implementasi
  4. Menggambarkan bagaimana suatu sistem dibentuk
  5. Dapat berupa penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi
  6. Termasuk menyangkut mengkonfigurasi dari komponen-konponen perangkat lunak dan perangkat keras dari suatu sistem
3. TUJUAN PERANCANGAN SISTEM
 Tahap Perancangan / Desain Sistem mempunyai 2 tujuan utama, yaitu :
  1. Untuk memenuhi kebutuhan kepada pemakai sistem
  2. Untuk memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada pemrogram komputer dan ahli-ahli teknik yang terlibat (lebih condong pada desain sistem yang terinci)
4. PERSONIL YANG TERLIBAT
 Analis sistem seharusnya melibatkan beberapa personil, seperti :
  1. Spesialis pengendalian
  2. Personil penjamin kualitas
  3. Spesialis komunikasi data
  4. Pemakai sistem
5. PERANCANGAN SISTEM SECARA UMUM
Tujuan dari desain sistem secara umum adalah untuk memberikan gambaran secara umum kepada user tentang sistem yang baru.

Analisis sistem dan desain sistem secara umum bergantung satu sama lain. Studi menunjukkan bahwa apa yang dikumpulkan, dianalisis dan dimodelkan selama fase analisis menyediakan dasar bagi desain sistem secara umum untuk dibuat. Fase analisis sistem merupakan investigasi dan berorientasi ke temuan.

Pada fase ini, profesional sistem harus sering membuat fitur yang baru atau berbeda dari model dasar yang dibuat selama analisis sistem.

Kuncinya adalah dapatkan atau tuliskan semua ke dalam kertas tanpa mencoba untuk memperbaiki desain sistem lebih awal. Aturannya adalah : berinteraksi dengan user, periksa dengan anggota tim, periksa dengan teknisi (pemrogram); desain ulang, periksa, periksa dan periksa kembali tetapi jangan coba-coba untuk membangun detail yang lebih rendah atau spec kecil selama fase ini. Semua ini akan dilakukan jika salah satu dari desain sistem secara umum sudah dipilih untuk implementasi.

 TIGA KATEGORI DESAIN SISTEM
  1. Global-Based Systems
  2. Group-Based Systems
  3. Local-Based Systems
Lihat contoh pada gambar 3.1
Categories of systems based on size and breadth,
degree  of complexity, and volume of transactions

Global-Based Systems (Sistem Berbasis Global)
Untuk mendesain sistem yang berbasis global (global-based) membutuhkan pemeriksaan secara seksama dan lengkap atau penggantian dari seluruh komponen desain umum. Beberapa tipe perubahan yang umum adalah :

  • Output yang lama : dari laporan berbentuk tabel setiap bulannya menjadi layar grafik berwarna 2 atau 3 dimensi
  • Proses baru dibuat
  • Input diambil dari peralatan scan daripada dengan pensil dan kertas
  • Database hirarki lama diubah ke database relasional baru dengan standar bahasa query
  • Kontrol yang bervariasi diinstal, termasuk UPS (Uninterruptible Power Systems), DRP (Disaster Recovery Plans), peralatan enkripsi dan peralatan kontrol akses biometri
  • Platform teknologi baru yang menggabungkan seluruh topologi jaringan organisasi (komputer dan peralatannya) yang mendukung
      Membutuhkan beberapa tim proyek yang langsung ditunjuk dari CIO.
Lembar kerjanya berisi semua komponen desain umum berikut deskripsi masing-masing secara umum. Beberapa alternatif diberikan ke user untuk di review dan diketahui.
Setelah direview, alternatif beberapa aspek dapat digabungkan untuk dibuat gabungannya. Beberapa diantaranya dapat diterima atau dapat ditolak.


Group-Based Systems (Sistem Berbasis Kelompok)
Sistem ini melayani cabang-cabang atau group user khusus dalam organisasi. Kelompok ini memiliki kebutuhan khusus untuk menyelesaikan pekerjaan dan membuat keputusan yang tepat. Perancang sistem yang bekerja pada group ini perlu memiliki pengetahuan tentang bekerja pada sistem group-based. Perancang tidak perlu memusatkan perhatian ke perancangan desain sistem tertentu, seperti database dan platform teknologi tetapi pada output, input, proses, kontrol dan untuk platform teknologi, khusus untuk group local (LAN).

Local-Based Systems (Sistem Berbasis Lokal)
Sistem ini khusus didesain untuk beberapa orang, sering satu atau dua, untuk aplikasi khusus tambahan. User memiliki PC dan ia direncanakan untuk memiliki sistemnya. Profesional sistem umumnya dipakai untuk bekerja sama dengan user menganalisis mendesain, mengevaluasi sistem yang berbeda, memilih satu dan mengimplementasikan dengan menggunakan jaringan dan pendukungnya.

EMPAT KUNCI ELEMEN DARI RAPID APPLICATION DEVELOPMENT (RAD) UNTUK MENDESAIN SISTEM RAD
 
dipopulerkan oleh James Martin.Sinergismenya adalah bahwa RAD menggabungkan elemen-elemen yang bekerja sama, sehingga dampak keseluruhannya lebih besar dibandingkan dengan jumlah dampak per individu / masing-masing.

      Adapun 4 kunci elemen RAD adalah :

  1. Joint Application Development (JAD)
  2. Specialists With Advanced Tools (SWAT) teams
  3. Computer-Aided System and Software Engineering (CASE) tools
  4. Prototyping
Joint Apllication Development (JAD)
Efektif untuk digunakan di sistem global-based.
JAD dapat juga dipakai di sistem group-based maupun local-based.
Kunci utamanya adalah joint; user dan professional sistem bekerja sama untuk menganalisis dan mendesain sistem.

 Lihat contoh pada gambar 3.3
 Systems designer and user interacting jointly to create
 conceptual systems design model

Model ini diformulasikan dari pengalaman, pengetahuan, studi lapangan dan input dari interaksi yang dilakukan dengan user.
2.  Model Perancangan Mental User (User’s Mental Design Model)
Idealnya model ini dan model desain sistem konseptual adalah sama. Interaksi joint dan proses desain diulang hingga model desain sistem konseptual sama dengan model desain mental user
3.  Model Perancangan Sistem Konseptual
Menggambarkan modeling tool, seperti Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD), decision table, screen prototype of report, decision tree, dll.
Specialists With Advanced Tools (SWAT) teams
Terdiri dari 3 atau 4 profesional sistem yang memiliki kemampuan dan motivasi.
Tim proyek yang kecil lebih produktif dibandingkan dengan tim proyek untuk sistem yang lebih besar.
CASE Tools
Digunakan oleh tim SWAT untuk menambah produktifitas dan kualitas kerja dari membangun sistem.
§   Menambah disiplin
§   Mengurangi kesalahan dan kekosongan desain
§   Mengurangi kerja sistem yang berulang
Prototyping
Bekerja dengan JAD dimana user ditunjukkan dengan apa yang akan mereka dapatkan dan meresponnya. CASE memfasilitasi prototyping untuk membuat desain layar, model-model yang bervariasi dan dialog yang cepat serta untuk memodifikasinya saat berinteraksi dengan user.
Dengan RAD, penyusunan prototyping tidak dibuang, tetapi menjadi bagian dari desain sistem akhir. Pendekatannya mencapai aturan 80:20, 80% permintaan user dapat dipenuhi dengan 20% desain sistem. Tim SWAT bekerja di akhir dari sistem. Pengalaman user membantu tim SWAT dalam mendefinisikan perubahan-perubahan yang tidak terbayangkan.
Macam dari aturan 80:20 ini untuk membangun sistem adalah teknik kotak waktu DuPont (time box technique) dimana proyek sistem harus diselesaikan tidak lebih dari 90 hari. Pendekatan ini lebih ke teknik manajemen proyek. Jika melebihi 90 hari berarti kehilangan kesempatan bisnis dan akan melebihi estimasi waktu dan uang.
6. TAHAPAN PERANCANGAN SISTEM

6.1. PERANCANGAN OUTPUT

Perancangan output atau keluaran merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena laporan atau keluaran yang dihasilkan harus memudahkan bagi setiap unsur manusia yang membutuhkannya.
 Tipe Output dapat dibedakan :
§      Eksternal

               Tujuan output untuk informasi diluar organisasi pemakai

         Contoh : faktur, check, tanda terima pembayaran, dll.

§      Internal

               Tujuan output untuk informasi dilingkungan organisasi pemakai

            Contoh : laporan-laporan terinci, laporan-laporan ringkasan, dll.
 Yang harus diperhatikan dalam perancangan output :
§      Tipe output (Eksternal, Internal)
§      Isi output (keterangan atau informasi)
§      Format output (berupa keterangan/narrative, tabel atau grafik)
§      Frekuensi (banyaknya pencetakan dalam periode tertentu)
 Langkah-langkah Perancangan Output Secara Umum :
§      Menentukan kebutuhan Output dari sistem yang baru

§      Output yang akan dirancang dapat ditentukan dari DFD sistem baru yang

       telah dibuat.

§      Menentukan parameter dari Output (lihat yang harus diperhatikan dalam
       perancangan Output)
6.2. PERANCANGAN INPUT
 Tujuan dari Perancangan Input adalah :
§ Untuk mengefektifkan biaya pemasukan data
§ Untuk mencapai keakuratan yang tinggi
§ Untuk menjamin pemasukan data dapat diterima & dimengerti oleh pemakai
 Proses Input dapat melibatkan dua atau tiga tahapan utama, yaitu :
§   Data capture / Penangkapan data
§   Data preparation / Penyiapan data
§   Data entry / Pemasukan data
Input yang menggunakan alat input tidak langsung mempunyai 3 tahapan utama, yaitu data capture, data preparation dan data entry.
Sedangkan input yang menggunakan alat input langsung terdiri dari 2 tahapan utama, yaitu  data capture dan data entry.
 Tipe Input dapat dibedakan :
§ Eksternal

  Pada tipe ini pemasukan data berasal dari luar organisasi

            Contoh : faktur pembelian, kwitansi-kwitansi dari luar organisasi, dll
§ Internal

  Pada tipe ini pemasukan data hasil komunikasi pemakai dengan sistem

            Contoh : faktur penjualan, order penjualan, dll
 Yang perlu diperhatikan dalam Perancangan Input adalah :
§ Tipe input
§ Fleksibel format
§ Kecepatan
§ Akurat
§ Metode verifikasi
§ Mudah dikoreksi
§ Keamanan
§ Mudah digunakan
§ Kompatibel dengan sistem yang lain
§ Biaya yang ekonomis
 Langkah-langkah Perancangan Input Secara Umum :
§ Menentukan kebutuhan Input dari sistem yang baru

§ Input yang akan dirancang dapat ditentukan dari DFD sistem baru yang telah dibuat

§ Menentukan parameter dari Input
Alat Input direct entry :
MICR, OCR, OMR, Digitizer, Image Scanner, Pos Device, ATM, Mouse, Voice Recognition.
6.3. PERANCANGAN DIALOG
 Tujuan dari perancangan Dialog adalah :
§ Untuk menjaga agar pemasukan data benar
§ Untuk menjawab pertanyaan yang sering diajukan oleh pemakai
 Tipe Dialog :
§ Dialog Aktif

  Pemakai mengajukan pertanyaan atau memasukan data

          

PEMASUKAN DATA BARANG

Nomor Order                            :
Nama Barang                           :
Jumlah Barang                         :
Harga                                       :
Penjual                                     :
Tanggal Pemesanan Barang   :
Tanggal Diterima Barang         :
§ Dialog Pasif

  Pada tipe ini pemakai memilih pilihan yang tersedia

PROGRAM SISTEM INVENTORY

MENU PILIHAN

  1. PEMASUKAN DATA BARANG
  2. PROSES DATA BARANG
  3. CETAK LAPORAN
  4. SELESAI

PILIHAN ANDA : …

       Yang perlu diperhatikan dalam Perancangan Dialog adalah :
§ Mudah digunakan
§ Dapat memberikan petunjuk
§ Menggambarkan atau sesuai dengan keinginan pemakai
§ Cepat memberikan respon
§ Dapat menampilkan pesan kesalahan
§ Fleksibel
6.4. PERANCANGAN PROSES SISTEM
 Tujuan dari Perancangan Proses Sistem adalah :
§ Untuk menjaga agar proses data lancar dan teratur sehingga menghasilkan informasi yang benar
§ Untuk mengawasi proses dari sistem
Perancangan Proses Sistem ini bisa digambarkan dengan :
§ Sistem Flowchart
§ DFD
§ dll
 Proses
§ Real Time
§ Batch
§ Online
§ Offline
6.5. PERANCANGAN DATABASE
Penerapan database dalam sistem informasi disebut dengan database system. Sistem basis data (database system) ini adalah suatu sistem informasi yang mengintegrasikan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan lainnya.
 Tipe dari File
1.     File Master

            Berisi data yang tetap dimana pemrosesan terhadap data hanya pada 

           waktu-waktu tertentu.

          Terdapat 2 tipe file master :
          a. File Referensi

               Data yang tetap, dimana pengolahan terhadap data tersebut 

             memerlukan waktu  yang lama

          b. File Dinamik

              Data yang ada dalam file berubah tergantung transaksi

2.     File Input / Transaksi
            Berisi data masukan yang berupa data transaksi dimana data-data
            tersebut akan diolah oleh komputer
3.     File Laporan

            Berisi informasi yang akan ditampilkan

4.     File Sejarah / Arsip

          Berisi data masa lalu yang sudah tidak aktif lagi, tetapi disimpan

          untuk keperluan masa datang

5.    File Backup / Pelindung

            Berisi salinan data-data yang masih aktif di database pada suatu waktu

            tertentu

6.     File Kerja / Temporary File

            Berisi data-data hasil pemrosesan yang bersifat sementara

7.     File Library

            Berisi program-program aplikasi atau utility program

Akses File :

Metode yang menunjukkan bagaimana suatu program komputer akan membaca record-record dari suatu file.
  File dapat diakses dengan 2 cara, yaitu :
§   Sequential (urut)
§   Direct / Random (langsung)
Organisasi File :
Pengaturan dari record secara logika didalam file dihubungkan satu dengan yang lainnya.
§ File Urut (Sequential File)
  Merupakan file dengan organisasi urut dengan pengaksesan urut pula
§ File Urut Berindex (Indexed Sequential File)
  Merupakan file dengan organisasi urut dengan pengaksesan langsung
§ File Akses Langsung (Direct Acces File)
  Merupakan file dengan organisasi acak dengan pengaksesan langsung
 Alat Perancangan Database
§   ERD
§   Mapping
§   Normalisasi
 Langkah-langkah Perancangan Database secara umum :
1.  Menentukan kebutuhan file database untuk sistem baru
2.  Menentukan parameter dari file database
6.6. PERANCANGAN KONTROL
Tujuannya agar keberadaan sistem setelah diimplementasi dapat memiliki keandalan dalam mencegah kesalahan, kerusakan serta kegagalan proses sistem.
 Ancaman Sistem
§ Kesalahan manusia (lalai, kurang pelatihan)
§ Perangkat lunak yang bersifat merusak / menipu (Salami Technique, Trojan Horse, Logic Bomb, Worm, Virus)
§ Penyadapan
§ Pengaksesan yang tidak sah
§ Perubahan / kehilangan database
§ Kegagalan landasan teknologi
Jenis Kontrol
§ Pencegahan
§ Pendeteksian
§ Pengkoreksian

6.7. PERANCANGAN JARINGAN

 Langkah :
1.  Membuat segmen bidang usaha (berdasarkan geografis, departemen, 
    bangunan, lantai, dsb)
2.  Membuat sebuah model LAN
3.  Mengevaluasi LAN untuk menentukan apakah mereka cocok untuk tiap
    segmen diseluruh usaha
4.  Interkoneksi segmen-segmen jaringan
 Topologi :
§      Bus
§      Star
§      Ring
6.8. PERANCANGAN KOMPUTER
 Kelompok Komputer :
§ Mainframe
§ Mini Komputer
§ Mikrokomputer
 Device :
§   Input
§   Output
§   Proses
§   Penyimpanan
7. TEKANAN-TEKANAN PERANCANGAN
 Perancangan Sistem Informasi harus memperhatikan sejumlah tekanan 
 desain (forces design) :
  1. Integrasi (Integration)
  2. Jalur Pemakai / Sistem (User / System Interface)
  3. Tekanan Persaingan (Competitive Forces)
  4. Kualitas dan kegunaan Informasi (Information Quality and Usability)
  5. Kebutuhan-kebutuhan System (Systems Requirements)
  6. Kebutuhan-kebutuhan Pengolahan Data (Data Processing Requirements)
  7. Faktor-faktor Organisasi (Organizations Factors)
  8. Kebutuhan-kebutuhan Biaya Efektifitas (Cost Effectiveness Requirements)
  9. Faktor-faktor Manusia (Human Factors)
10. Kebutuhan-Kebutuhan Kelayakan (Feasibility Requirements)
EVALUASI :
1.    Sebutkan perbedaan antara Perancangan Sistem dan Perancangan Sistem
       Secara Umum.
2.    Apa yang dimaksud dengan Model Perancangan Sistem Konseptual ?
3.    Sebutkan tahapan dari perancangan sistem.
4.    Sebutkan perbedaan antara Real Time processing dengan Online processing.
DAFTAR PUSTAKA :
1.     Burch, J.G., System Analysis, Design, and Implementation, Boyd & Fraser
       Publishing Company, 1992.
2.     D. Suryadi H.S., Bunawan, Pengantar Perancangan Sistem Informasi,
      Gunadarma, 1996.
3.     Jogianto, Analisis dan Disain Sistem Informasi, ANDI OFFSET Yogyakarta,
      1990.
4.     Senn, James A., Analysis and Design of Information Systems, McGraw-Hill
      Publishing Company, 1989.